RESOLUSI JIHAD
Lembar Sejarah yang Tersingkirkan
Oleh: Faza El Ha *(
Resolusi Jihad Lembar Sejarah yang tersingkirkan |
Bangsa
Indonesia semuanya harus bertanya, seandainya tidak ada resolusi Jihad NU yang
mengobarkan Jihad untuk melawan sekutu, mungkinkah hari ini, kita dan anak cucu
kita bisa menghirup udara indonasia
dengan merdeka.? Tetapi mengapa catatan sejarah tidak menganggapnya sebagai
pengorbanan. Saatnya sekarang, semuanya menuju ruang rekonsiliasi. Ruang untuk
menempatkan orang-orang yang benar-benar berjasa dan setia kepada bangsanya
sebagai pahlawan. Resolusi jihad NU telah mengobarkan jiwa dan raga para
pejuangnya. Namun sampai hari ini, banyak generasi bangsa yang tidak mengenal
tragedi bersejarah itu, bahkan generasi NU sendiri. Hal ini di karenakan para
sejarawan nasional atas kepentingan penguasa tidak mencatat resolusi jihad NU
dalam tinta emas sejarah.
Sejarah
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa dilepaskan dari
peran para pejuang muslim, atau lebih tepatnya kaum santri. 67 tahun yang lalu,
tepatnya Pada 21 Oktober 1945, berkumpulah para kiai se-Jawa dan Madura di
kantor ANO, Jl. Bubutan VI/2.Surabaya. Setelah rapat darurat sehari semalam,
maka pada 22 Oktober, dideklarasikan
sebuah seruan jihad fi sabilillah
yang belakangan terkenal dengan istilah “Resolusi Jihad”.
ISI RESOLUSI JIHAD
1.
Kemerdekaan
Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 27
agustus 1945 wajib di pertahankan.
2.
Republik Indonesia sebagai satu-satunya
pemerintahan yang sah, wajib dibela dan di selamatkan
3.
Musuh republic
Indonesia, terutama belanda yang dating dengan membonceng tugas-tugas tentara
sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa jepang tentulah akan
menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.
4.
Umat islam terutama Nahdlotul Ulama’ wajib
mengangkat senjata melawan belanda dan kawan-kawanya yang hendak kembali
menjajah Indonesia.
5.
Kewajiban
tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajinban tiap-tiap orang islam (fardhu ‘ain) yang berada pada jarak
radius 94 KM (jarak dimana umat islam diperkenankan sembahyang jama’ dan
qoshor).
Adapun mereka yang berada di luar jarak tersebut berkewajiban membantu
saudara-saudaranya yang berada dalam
jarak 94 KM tersebut.
MEMOETOESKAN :
1. Berperang menolak dan
melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang harus dikerjdakan oleh tiap-tiap
orang islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata atau tidak) bagi
orang jang berada dalam djarak lingkungan 94 km. dari tempat masoek dan
kedoedoekan moesoeh.
2. Bagi orng-orang jang
berada di loear djarak lingkungan tadi, kewajiban itu djadi fardloe kifayah
(jang tjoekoep, kalau di kerjdakan sebagian sadja).
3. Apabila kekoeatan dalam
No. 1 beloem dapat mengalahkan moesoeh, maka orang-orang jang berada di loear
djarak 94 km. wadjib berperang djoega membantoe no. 1 sehingga moesoeh kalah.
Umat
menyambut seruan itu dengan gegap gempita. Segera setelah itu, ribuan kiai dan
santri bergerak ke Surabaya. Dimana-mana, peperangan berkobar. dari
berbagai penjuru dan dari ujung-ujung terjauh pulau jawa, para mujahid
berdatangan memenuhi kota Surabaya. Puncaknya, pada suatu pagi tepatnya 10 November 1945, Pekik takbir pun
membahana, menggoncangkan jiwa-jiwa musuh yang durjana. Meletuslah peperangan
sengit antara pasukan Inggris melawan para pahlawan pribumi yang siap gugur
sebagai syahid. Inilah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Meski darah
para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota Surabaya
selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu akhirnya kalah.
Pasukan Inggris mendarat di
Jakarta pada pertengahan September 1945 dengan nama Netherlands Indies Civil
Administration (NICA). Pergerakan pasukan Inggris tidak dapat dibendung.
Sementara pemerintah RI yang berpusat di Jakarta menginginkan berbagai
penyelesaian diplomatik sembari menata birokrasi negara baru, mendorong
terbentuknya partai-partai politik dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pasukan
Inggris telah menduduki Medan, Padang, Palembang, Bandung, dan Semarang lewat
pertempuran-pertempuran dahsyat. Sebagian pendudukan ini juga mendapat bantuan
langsung dari Jepang yang kalah perang, sebagai konsekuensi dari alih kuasa.
Sedangkan kota-kota besar di kawasan timur Indonesia telah diduduki oleh
Australia.
Pasukan Inggris lalu masuk ke
Surabaya pada 25 Oktober 1945, berkekuatan sekitar 6.000 orang yang terdiri
dari serdadu jajahan India. Di belakangnya membonceng pasukan Belanda yang
masih bersemangat menguasai Indonesia. Resolusi Jihad meminta pemerintah untuk
segera meneriakkan perang suci melawan penjajah yang ingin berkuasa kembali,
dan kontan disambut rakyat dengan semangat berapi-api. Meletuslah peristiwa 10
November. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah
yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan
pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai
sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.
Di saat-saat yang bersamaan,
saat-saat perang kemerdekaan sedang berkecamuk dan terus digelorakan oleh para
kiai dan santri, dinamika dan persaingan politik dalam negeri semakin memanas.
Pada bulan Oktober Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan kembali. Lalu
setelah Makloemat Iks (4 November) dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad
Hatta, partai-partai politik lain juga bermunculan. Dideklarasikanlah Pesindo
dan partai Islam Masyumi. Lalu, Maklumat Hatta 11 November mengubah
pemerintahan presidensial menjadi parlementer, pemerintah harus
bertanggungjawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai parleman. Kabinet
parlementer ditetapkan pada 14 November, dipimpin Perdana Menteri Sjahrir dan
Mentri Keamanan Amir Syarifudin.
Januari 1946, PNI dibentuk
lagi tanpa Soekarno. Di sisi lain, “Tentara profesional” dan kelompok
gerilyawan melakukan konsolidasi. Pada saat-saat itu juga Indonesia sedang
mengalami “revolusi sosial” hingga ke desa-desa. Pertikaian merajalela dan
kekacauan tak terhindarkan lagi. Waktu itu timbul pertikaian horisontal yang
terkenal dengan “Peristiwa Tiga Daerah” yakni Brebes, Pemalang dan Tegal.
Kondisi inilah, tak pelak memberi peluang bagi upaya-upaya militer Belanda
(yang sebelumnya datang membonceng sekutu) untuk semakin merangsek masuk
menguasai kota-kota besar di Indonesia. Belanda semakin intensif menguasai
Jakarta, sehingga Pemerintah Republik terpaksa mengungsi ke Yogyakarta pada
Januari 1946.
Maret 1946, PM Sjahrir
mencapai kesepakatan rahasia dengan van Mook bahwa Belanda mengakui kedaulatan
RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Sementara Belanda berdaulat
atas wilayah-wilayah lainnya. Kedua belah pihak juga menyepakati rencana
pembentukan uni Indonesia-Belanda.
Di tengah tekanan Belanda itu
NU menyelenggarakan muktamar yang pertama setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945. Muktamar ke-16 itu diadakan di Purwekorto pada 26-29 Maret 1946.
Salah satu keputusan pentingnya, NU menyetuskan kembali Resolusi Jihad yang
mewajibkan tiap-tiap umat Islam untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan Indonesia
yang saat itu berpusat di Yogyakarta.
Dalam pidatonya, Mbah Hasyim
Asy’ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar.
untuk disebarkan kepada seluruh warga pesantren dan umat Islam. Syariat Islam
menurut Mbah Hasyim tidak akan bisa dijalankan di negeri yang terjajah. ”…tidak
akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam
negeri-negerijajahan.” Kaum penjajah datang kembali dengan membawa persenjataan
dan tipu muslihat yang lebih canggih lagi. Umat Islam harus menjadi pemberani.
“Apakah
ada dari kita orang yang suka ketinggalan, tidak turut berjuang pada
waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan sebagaimana yang disebutkan
Allah ketika memberi sifat kepada kaum munafik yang tidak suka ikut berjuang
bersama rasulullah…
…
Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun.
Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka, maka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya…..
… maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu…..”
…
Demikianlah, maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan surut seujung rambut pun.
Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada mereka, maka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya…..
… maka barang siapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat, pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya itu…..”
Resolusi
jihad tersebut akhirnya mampu membangkitkan semangat arek-arek Surabaya untuk
bertempur habis-habisan melawan penjajah. Dengan semangat takbir yang di
kumandangkan Bung Tomo, maka terjadilah perang rakyat yang heroic pada 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian di
kenal sebagai hari pahlawan.
Dimuat pada Majalah ATH-ATHULLAB MADRASAH TASYWIQUTH THULLAB SALAFIYYAH KUDUS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan sopan,tidak mengandung sara atau pun menyinggung pihak tertentu.