Krumpuls - Kritik Sastra: Novel Kemarau Karya A.A. Nafis - Berikut akan saya share sedikit mengenai Kritik Sastra: Novel Kemarau Karya A.A. Nafis. Karya sastra ‘melaporkan’ kehadiran sesuatu (peristiwa). Kehadirannya menyebabkan kita berpikir tentang sesuatu yang tak hadir.
Pendapat Tzevetan Todorov yang dikembangkan Umar Junus (1984: 64) setidaknya dapat dipakai dalam kerangka penelitian kehadiran cerpen ‘Datangnya dan Perginya’ dalam Kemarau. Teori ini lazim disebut sebagai Presence-Absence. Drama-drama yang ditulis Wisran Hadi atau cerpen Seno Gumira Adjidarma adalah contoh karya yang tepat dibedah lewat teori ini. Ketika Wisran Hadi menulis naskah drama Malin Kundang atau Cindur Mato dengan versi berbeda misalnya, maka orang akan berpikir tentang cerita yang sudah ada sebelumnya.
Kritik Sastra: Novel Kemarau Karya A.A. Nafis |
Namun teori Presence-Absence tidak hanya membicarakan hal-hal sebatas itu. Proses dari sebuah kejadian yang berkaitan dengan ideologi (masyarakat) pun tak lepas dari kajian ini. Pada masa orde baru berkuasa misalnya, kita senantiasa mendengarkan hal-hal yang baik saja mengenai Timor Timur. Namun oleh Seno Gumira Adjidarma lewat cerpennya ‘Misteri Kota Ngingi’ kita diajak memasuki sebuah kota yang kian hari penduduknya kian habis. Bukan karena program keluarga berencana berhasil atau mewabahnya sejenis penyakit. Kian berkurangnya penduduk Kota Ngingi lantaran diculik, dihabisi, atau dihilangkan dari muka bumi.
***
Seandainya Navis tidak memberitahukan mengapa ia menulis novel Kemarau dengan memasukkan unsur cerpen ‘Datangnya dan Perginya’ (dalam Eneste, 1983: 51-73), barangkali misteri penciptaan dua karya itu masih misterius. Navis bisa saja berkilah tentang perubahan dari humanisme ke religiositas, namun bila merunut teori Presence-Absence ditambah pengakuan Navis tentang proses kelhiran novel Kemarau, maka hal itu bukan lagi persoalan baik-buruk, manusia atau Tuhan. Apalagi berdasarkan kolofon kelahiran dua karya itu, ‘Datangnya dan Perginya’ bersama sejumlah cerpen lainnya terbit 1956 dan Kemarau tahun 1957. Masa-masa perpolitikan tanah air tidak stabil. Perang ideologi begitu terasanya. Persaingan kelompok Lekra dan Manifesto. Di sini persoalan keberpihakan menjadi sesuatu yang amat penting, dan sikap Navis pun mendua. Junus menyebut masa-masa ini sebagai perang mempersoalkan ideologi (1984: 64).
Jadi sesuatu yang dapat dimaklumi, bila dengan ‘Datangnya dan Perginya’ Navis menjadi was-was, sehingga mengganti versinya seperti yang ditulisnya di novel Kemarau yang lebih religius.
Demikianlah artikel yang bisa saya share mengenai Kritik Sastra: Novel Kemarau Karya A.A. Nafis semoga berguna dan bermanfaat untuk anda semua - Kritik Sastra: Novel Kemarau Karya A.A. Nafis.
Thanks sudah berbagi gan :)
BalasHapus